Blogroll

Senin, 05 Agustus 2013

Cerpenku- Time for a Creation


Time for a Creation

                Mungkin hanya menulis, menulis, dan menulis yang selalu kulakukan untuk mengisi kekosongan waktuku. Menumpahkan segala imajinasi, uneg-uneg yang aku rasakan dengan sebuah karya. Sejak SD dulu aku ingin sekali menjadi seorang penulis yang terkenal dengan karyanya yang bisa memberi manfaat untuk semua orang. Aku bersyukur orang tuaku mendukung cita-citaku. Perjuanganku untuk sebuah cita-cita bermulai dari kelas 3 SD, saat itu aku mengikuti lomba menulis cerpen dan alhasil aku bisa meraih juara. Karena itu aku selalu menjadikan prestasi itu sebagai sebuah motivasi untuk terus dan terus berkarya.
                Hari demi hari aku lalui dengan terus menumpahkan imajinasi, dan pengalaman hidupku untuk sebuah karya, dan alhasil aku bisa membuat sebuah novel yang berjudul “No to Yes”, pada saat itu aku duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Aku memberikan judul “No to Yes” untuk novel itu bermaksud, bahwa “No” adalah Tidaklah kita gunakan waktu, “to” untuk sesuatu yang tidak berbuah hasil, “yes” selain untuk sebuah karya. Bagiku karya merupakan hasil dari waktu yang digunakan dengan sebaikbaiknya.
                Sedikit kuceritakan tentang hidupku. Namaku Citra, sekarang aku sudah duduk di bangku smp kelas 3. Sudah 6 tahun lamanya aku berkarya. Berkarya untuk sebuah cita-cita. Kuhabiskan segala waktuku untuk sebuah karya. Namun semua itu berhenti pada suatu saat dimana aku tidak lagi berkarya. Hal itu dikarenakan aku disukai oleh teman laki-lakiku di kelas, namanya Fafa. Dia selalu mendekatiku dan berusaha mencuri perhatianku. Hingga pada suatu saat aku merasakan hal yang aneh padanya. Aku merasa dia adalah semangatku dan aku pun tidak bisa tidur karena memikirkannya. Gara-gara itu aku sudah jarang bahkan tidak pernah lagi berkarya.
                Pemikiranku tentang karya sudah tidak seperti dulu lagi. Aku merasa semua waktuku sudah tersita untuk seorang Fafa. Bahkan aku sudah tidak peduli lagi dengan karya-karyaku yang belum selesai, aku malas untuk melanjutkan karya-karyaku. Tentu semua itu karena Fafa. Aku selalu memikirkannya, menurutku dia adalah seseorang yang bisa membuatku bahagia. Hingga pada suatu saat aku kecewa besar dengan Fafa, dia sedang pergi dengan teman perempuan Sdnya dulu. Sungguh hatiku hancur pada saat itu. Entah bagaimana, teman-temanku juga pernah melihat Fafa pergi dengan teman Sdnya itu. Aku tidak berani untuk bertanya pada Fafa tentang siapa perempuan yang bersamanya itu. Dan aku mendapat informasi dari seorang temanku dan juga temannya Fafa dia memberitahuku bahwa kemarin Fafa pergi dengan seorang perempuan yang bernama Kaka. Berarti memang selama ini ada sesuatu yang disembunyikan oleh Fafa.
                Hingga pada suatu saat aku berani bertanya pada Fafa tentang perempuan yang pernah pergi bersamanya itu. Namun dia menjawabnya dengan mudah yaitu temannya. Aku memang sempat tak percaya dengan apa yang dia katakan. Tapi berulang kali dia mengatakan bahwa Kaka itu adalah teman dan hanya sebatas teman. Dan aku pun percaya begitu saja dan memaafkannya. Ku kira dia bisa menjaga kepercayaanku, tapi apa dia sering pergi bersama Kaka. Yang aku khawatirkan adalah hal yang sudah terbiasa akan menjadikan suatu rasa suka. Yang aku khawatirkan ternyata menjadi suatu kenyataan. Ku dengar Fafa benar-benar suka sama Kaka. Mendengar hal itu aku merasa menyesal telah mengenal Fafa, di depanku dia berpura-pura tidak mengenal dekat seorang Kaka. Tapi apa diluar sana mereka sudah seperti dua sejoli. Hati ini semakin hancur ketika teman-teman dikelas selalu memanggil Fafa dengan nama Kaka. Aku sempat meneteskan air mata, tapi aku pikir itu semua tidak ada gunanya. Untuk apa menangisi seseorang yang sama sekali tidak memikirkan perasaanku.
                Lama-lama aku merasa muak dengan seorang Fafa. Aku merasa kecewa besar. Aku menyesal telah mengenal Fafa, dan aku memutuskan untuk tidak pernah mau mengenal lagi seorang Fafa. Dia telah menghancurkan segalanya. Bahkan karena dia aku telah meninggalkan karya-karyaku yang aku buat untuk sebuah cita-cita. Sungguh aku sangat menyesal. Kini aku kembali mengisi waktu-waktu luangku untuk sebuah karya. Bukan untuk seorang Fafa lagi. Walaupun sudah berbeda lagi rasanya. Tetap akan kulakukan demi sebuah cita-cita, meski hati ini sulit untuk meninggalkan seorang Fafa. Tapi mungkin inilah yang terbaik, yaitu menggunakan waktu luang untuk menumpahkan sebuah karya.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *