Time for a Creation
Mungkin
hanya menulis, menulis, dan menulis yang selalu kulakukan untuk mengisi
kekosongan waktuku. Menumpahkan segala imajinasi, uneg-uneg yang aku rasakan
dengan sebuah karya. Sejak SD dulu aku ingin sekali menjadi seorang penulis
yang terkenal dengan karyanya yang bisa memberi manfaat untuk semua orang. Aku bersyukur
orang tuaku mendukung cita-citaku. Perjuanganku untuk sebuah cita-cita bermulai
dari kelas 3 SD, saat itu aku mengikuti lomba menulis cerpen dan alhasil aku
bisa meraih juara. Karena itu aku selalu menjadikan prestasi itu sebagai sebuah
motivasi untuk terus dan terus berkarya.
Hari demi
hari aku lalui dengan terus menumpahkan imajinasi, dan pengalaman hidupku untuk
sebuah karya, dan alhasil aku bisa membuat sebuah novel yang berjudul “No to
Yes”, pada saat itu aku duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. Aku memberikan
judul “No to Yes” untuk novel itu bermaksud, bahwa “No” adalah Tidaklah kita
gunakan waktu, “to” untuk sesuatu yang tidak berbuah hasil, “yes” selain untuk
sebuah karya. Bagiku karya merupakan hasil dari waktu yang digunakan dengan
sebaikbaiknya.
Sedikit
kuceritakan tentang hidupku. Namaku Citra, sekarang aku sudah duduk di bangku
smp kelas 3. Sudah 6 tahun lamanya aku berkarya. Berkarya untuk sebuah
cita-cita. Kuhabiskan segala waktuku untuk sebuah karya. Namun semua itu
berhenti pada suatu saat dimana aku tidak lagi berkarya. Hal itu dikarenakan
aku disukai oleh teman laki-lakiku di kelas, namanya Fafa. Dia selalu
mendekatiku dan berusaha mencuri perhatianku. Hingga pada suatu saat aku
merasakan hal yang aneh padanya. Aku merasa dia adalah semangatku dan aku pun
tidak bisa tidur karena memikirkannya. Gara-gara itu aku sudah jarang bahkan
tidak pernah lagi berkarya.
Pemikiranku
tentang karya sudah tidak seperti dulu lagi. Aku merasa semua waktuku sudah
tersita untuk seorang Fafa. Bahkan aku sudah tidak peduli lagi dengan
karya-karyaku yang belum selesai, aku malas untuk melanjutkan karya-karyaku. Tentu
semua itu karena Fafa. Aku selalu memikirkannya, menurutku dia adalah seseorang
yang bisa membuatku bahagia. Hingga pada suatu saat aku kecewa besar dengan
Fafa, dia sedang pergi dengan teman perempuan Sdnya dulu. Sungguh hatiku hancur
pada saat itu. Entah bagaimana, teman-temanku juga pernah melihat Fafa pergi
dengan teman Sdnya itu. Aku tidak berani untuk bertanya pada Fafa tentang siapa
perempuan yang bersamanya itu. Dan aku mendapat informasi dari seorang temanku
dan juga temannya Fafa dia memberitahuku bahwa kemarin Fafa pergi dengan
seorang perempuan yang bernama Kaka. Berarti memang selama ini ada sesuatu yang
disembunyikan oleh Fafa.
Hingga pada
suatu saat aku berani bertanya pada Fafa tentang perempuan yang pernah pergi
bersamanya itu. Namun dia menjawabnya dengan mudah yaitu temannya. Aku memang
sempat tak percaya dengan apa yang dia katakan. Tapi berulang kali dia
mengatakan bahwa Kaka itu adalah teman dan hanya sebatas teman. Dan aku pun
percaya begitu saja dan memaafkannya. Ku kira dia bisa menjaga kepercayaanku,
tapi apa dia sering pergi bersama Kaka. Yang aku khawatirkan adalah hal yang
sudah terbiasa akan menjadikan suatu rasa suka. Yang aku khawatirkan ternyata
menjadi suatu kenyataan. Ku dengar Fafa benar-benar suka sama Kaka. Mendengar hal
itu aku merasa menyesal telah mengenal Fafa, di depanku dia berpura-pura tidak
mengenal dekat seorang Kaka. Tapi apa diluar sana mereka sudah seperti dua
sejoli. Hati ini semakin hancur ketika teman-teman dikelas selalu memanggil
Fafa dengan nama Kaka. Aku sempat meneteskan air mata, tapi aku pikir itu semua
tidak ada gunanya. Untuk apa menangisi seseorang yang sama sekali tidak
memikirkan perasaanku.
Lama-lama
aku merasa muak dengan seorang Fafa. Aku merasa kecewa besar. Aku menyesal
telah mengenal Fafa, dan aku memutuskan untuk tidak pernah mau mengenal lagi
seorang Fafa. Dia telah menghancurkan segalanya. Bahkan karena dia aku telah
meninggalkan karya-karyaku yang aku buat untuk sebuah cita-cita. Sungguh aku
sangat menyesal. Kini aku kembali mengisi waktu-waktu luangku untuk sebuah
karya. Bukan untuk seorang Fafa lagi. Walaupun sudah berbeda lagi rasanya. Tetap
akan kulakukan demi sebuah cita-cita, meski hati ini sulit untuk meninggalkan
seorang Fafa. Tapi mungkin inilah yang terbaik, yaitu menggunakan waktu luang
untuk menumpahkan sebuah karya.
0 komentar:
Posting Komentar